Kalender

Senin, 28 Maret 2016

MAKALAH AKAD NIKAH


 
BAB I
PENDAHULUAN

A.    Latar Belakang
Pernikahan dalam pandangan Islam adalah sesuatu yang luhur dan sakral, bermakna ibadah kepada Allah, mengikuti Sunnah Rasulullah dan dilaksanakan atas dasar keikhlasan, tanggungjawab, dan mengikuti ketentuan-ketentuan hukum yang harus diindahkan. Dalam Undang-Undang RI Nomor 1 tahun 1974 tentang Perkawinan Bab I pasal 1, perkawinan ialah ikatan lahir bathin antara seorang pria dengan seorang wanita sebagai suami-isteri dengan tujuan membentuk keluarga (rumah tangga) yang bahagia dan kekal berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa.
Sedangkan tujuan pernikahan adalah sebagaimana difirmankan Allah s.w.t. dalam surat Ar-Rum ayat 21 “Dan di antara tanda-tanda kekuasaan-Nya ialah Dia menciptakan untukmu pasangan hidup dari jenismu sendiri, supaya kamu cenderung dan merasa tenteram kepadanya dan dijadikan-Nya di antaramu rasa kasih sayang (mawaddah warahmah). Sesungguhnya pada yang demikian itu menjadi tanda-tanda kebesaran-Nya bagi orang-orang yang berfikir”. Mawaddah warahmah adalah anugerah Allah yang diberikan kepada manusia, ketika manusia melakukan pernikahan. Hal yang demikian tidak disebutkan Allah s.w.t. ketika binatang ternak berpasangan untuk berkembangbiak. Karena tugas selanjutnya bagi manusia dalam lembaga pernikahan adalah untuk membangun peradaban dan menjadi khalifah di dunia.
Rukun yang pokok dalam perkawinan, ridhanya laki-laki dan perempuan dan persetujuan mereka untuk mengikat hidup berkeluarga. Karena perasaan ridha dan setuju bersifat kewajiban yang tak dapat dilihat denga mata kepala, karena itu harus ada perlambang yang tegas untuk menunjukkan kemauan mengadaka ikatan bersuami istri. Pelambang  itu diutaraka dengan kata-kata oleh kedua belah pihakk yang mengadakan aqad. Pernyataan pertama sebagai menunjukkan kemauan untuk membentuk hubungan suami istri disebut ijab, dan penyataan kedua yang dinyatakan oleh pihak yang mengadakan akad berikutnya untuk menyatakan rasa ridha dan setujunya disebut qobul. Dari sini kemudian para ahli fiqh menyatakan bahwa syarat perkawinan (nikah) adalah ijab dan qobul. Lantas, bagaimana ijab qobul yang benar menurut syara? Apa saja rukun dan apa tujuan dari ijab qobul tersebut?

B.     Rumusan Masalah
Didalam pembuatan makalah ini ada permasalah yang akan ditinjau dan dijadikan bahan penerangan dalam makalah ini, terdari dari :
1.      Apa pengertian akad nikah?
2.      Apa saja hal-hal yang menjadi syarat akad nikah?
3.      Apa saja rukun rukun akad pernikahan.
4.      Apa tujuan dari akad nikah?

C.    Tujuan Penulisan Makalah
Adapun tujuan penulisan makalah yang kami tulis, dalam pembuatan makalah yang berjudul AKAD NIKAH sesuai dengan perumusan masalah di atas adalah :
1.      Mengetahui apa pengertian akad nikah.
2.      Mengetahui apa saja hal-hal yang menjadi syarat akad nikah.
3.      Mengetahui bagaimana rukun dan tujuan dari akad nikah.

BAB II
PEMBAHAASAN
A.    Pengertian Akad Nikah
Pengertian akad nikah secara sederhana dapat difahami sebagai system simbolis tetapi bernilai sacral. Proses akad nikah mengisyaratkan sudah dipertemukannya antara sepasang manusia, lelaki serta wanita, pertemuan itu diikat oleh ketentuan allah. Ada standar mekanisme resmi yang sudah digariskan oleh Allah.
Menurut undang undang nomer 1 th. 1974 pengertian pernikahan yaitu ikatan lahir bathin pada seorang pria dengan seorang wanita juga sebagai suami istri, dengan bermaksud membuat keluarga (Rumah tangga) yang bahagia serta abadi berdasarkan pada ketuhanan yang maha Esa. Dengan Simbolisasi itu yaitu ijab serta qobul.
Ijab yaitu pernyataan kehendak, sedangkan qabul yaitu pernyataan ke-2 yang dinyatakan untuk menyebutkan keridhoan serta kesepakatan. Inilah makna akad nikah. Simbolisasi ijab serta qobul mensyaratkan adanya saksi dan wali. Tanpa adanya saksi dan wali, pernikahan tidak sah. Lewat system Simbolisasi tersebut membedakan pada hewan serta manusia.
B.     Syarat Akad Nikah
Adapun syarat akad nikah, diantaranya adalah :
1.      Syarat calon pengantin laki laki dan wanita
a)      Syarat-Syarat Bakal Suami
1)      Islam
2)      Lelaki yang tertentu.
3)      Bukan mahram dengan bakal isteri
4)      Bukan dalam ihram haji atau umrah
5)      Dengan kerelaan sendiri (tidak sah jika dipaksa)
6)      Mengetahui wali yang sah bagi akad nikah tersebut
7)      Mengetahui bahawa perempuan itu boleh dan sah dinikahi
8)      Tidak mempunyai empat orang isteri yang sah dalam satu masa.

b)      Syarat-Syarat Bakal Isteri
1)      Islam
2)      Perempuan yang tertentu
3)      Tidak dalam keadaan idah
4)      Bukan dalam ihram haji atau umrah
5)      Dengan rela hati (bukan dipaksa kecuali anak gadis).
6)      Bukan perempuan mahram dengan bakal suami
7)      Bukan isteri orang atau masih ada suami

2.      Syarat Wali
a)      Syarat akad nikah yang kedua yaitu adanya wali, Adapun syarat wali diantaranya adalah :
1)      Adil
2)      Islam
3)      Baligh
4)      Lelaki
5)      Merdeka
6)      Tidak fasik, kafir atau murtad.
7)      Bukan dalam ihram haji atau umrah
8)      Waras – tidak cacat akal fikiran atau gila
9)      Dengan kerelaan sendiri dan bukan paksaan.
10)  Tidak muflis atau ditahan kuasa atas hartanya.
Sebaiknya bakal isteri perlulah memastikan syarat WAJIB menjadi wali. Sekiranya syarat wali bercanggah seperti di atas maka tidak sahlah sebuah pernikahan itu. Sebagai seorang mukmin yang sejati, kita hendaklah menitik beratkan hal-hal yang wajib seperti ini. Jika tidak di ambil kira, kita akan hidup di lembah zina selamanya.
b)      Jenis-Jenis Wali
1)      Wali mujbir: Wali dari bapa sendiri atau datuk sebelah bapa (bapa kepada bapa) mempunyai kuasa mewalikan perkahwinan anak perempuannya atau cucu perempuannya dengan persetujuannya atau tidak (sebaiknya perlu mendapatkan kerelaan bakal isteri yang hendak dikahwinkan)
2)      Wali aqrab: Wali terdekat mengikut susunan yang layak dan berhak menjadi wali
3)      Wali ab’ad: Wali yang jauh sedikit mengikut susunan yang layak menjadi wali, jika ketiadaan wali aqrab berkenaan. Wali ab’ad ini akan berpindah kepada wali ab’ad lain seterusnya mengikut susunan tersebut jika tiada yang terdekat lagi.
4)      Wali raja/hakim: Wali yang diberi kuasa atau ditauliahkan oleh pemerintah atau pihak berkuasa negeri kepada orang yang telah dilantik menjalankan tugas ini dengan sebab-sebab tertentu.
                    
3.      Syarat Saksi
Adapun syarat syarat bagi seorang saksi diantaranya adalah :
a)      Islam
b)      Lelaki
c)      Baligh
d)     Berakal
e)      Merdeka
f)       Sekurang-kurangya dua orang
g)      Memahami kandungan lafaz ijab dan qabul
h)      Dapat mendengar, melihat dan bercakap (tidak buta, bisu atau pekak)
i)        Adil (Tidak melakukan dosa besar dan tidak berterusan melakukan dosa-dosa kecil)
j)        Bukan tertentu yang menjadi wali. (Misalnya, bapa saudara lelaki yang tunggal. Katalah hanya ada seorang bapa saudara yang sepatutnya menjadi wali dalam perkahwinan itu tetapi dia mewakilkan kepada orang lain untuk menjadi wali sedangkan dia hanya menjadi saksi, maka perkahwinan itu tidak sah kerana dia dikira orang tertentu yang sepatutnya menjadi wali.

4.      Syarat Ijab Dan Qabul
a)      Syarat Sah Shigat Ijab Qobul
Untuk terjadinya aqad yang mempunyai akibat-akibat hukum pada suami istri haruslah memenuhi syarat-syarat sebagai berikut :
1)      Kedua belah pihak sudah tamyiz.
2)      Ijab qobulnya dalam satu majlis, yaitu ketika mengucapkan ijab qobul tidak boleh diselingi dengan kata-kata lain, atau menurut adat dianggap ada penyelingan yang menghalangi peristiwa ijab qobul.
Di dalam ijab qobul haruslah dipergunakan kata-kata yang dipahami oleh masing-masing pihak yang melakukan aqad nikah sebagai menyatakan kemauan yang timbul dari kedua belah pihak untuk nikah, dan tidak boleh menggunakan kata-kata kasar.
Para ahli fiqih mensyaratkan ucapan ijab qobul itu dengan lafadz fi’il madhi atau salah satunya dengan fi’il madhi dan yang lain fi’il mustaqbal.
Contoh Pertama :
Pengijab : Zawwajtuka ibnati (Aku kawinkan anak perempuanku dengan kamu).
Penerima : Qobiltu (saya terima ).
Contoh Kedua :
Pengijab : Uzawwijuka ibnati (aku kawinkan sekarang anak perempuanku dengan kamu ).
Penerima : Qobiltu (saya terima ).
Mereka mensyaratkan demikian karena keridhaan dan persetujuan kedua belah pihak yan menjadi rukun pokok aqad nikah dengan demikian bisa diketahui dengan jelas, dan oleh karena ijab dan qobul merupakan lambang dari adanya ridha kedua pihak, haruslah dinyatakan dengan ucapan yang pesti menunjukkan adanya keridhaan, dan secara konkrit dinyatakan dengan tegas ketika aqad nikah itu dilangsungkan.
Bentuk ucapan di dalam ijab qobul dipergunakan oleh agama dengan fi’il madhi, karena dapat menunjukkan secara tegas lahirnya pernyataan setuju dari kedua belah pihak, dan tidak mungkin mengandung arti lain. Berbeda halnya dengan ucapan yang dinyatakan dengan fi’il hal atau istiqbal ( sekarang atau akan), ia tidak secara tegas dapat menunjukaan adanya keridhaan ketika dinyatakan, andaikata salah seorang dari mereka berkata : Uzawwijuka ibnati (aku kawinkan sekarang anak perempuanku dengan kamu ), lalu penerima menjawab :
Aqbalu (saya terima sekarang).
Ucapan dari kedua belah pihak ini belum tegas menunjukka telah terjadinya aqad nikah denga sah karena masih ada kemungkinannya bahwa yang dimaksudkannya baru merupakan satu perjanjian semata.
Sedangkan perjanjian untuk kawin di masa akan datang, bukanlah berarti sudah terjadi ikatan perkawinan pada saat sekarang.
Andaikata peminang berkata :
Zawwijni ibnataka (kawinkanlah puteri bapak dengan saya ),
Lalu walinya menjawab:
Zawwajtu laka (Ya,  saya kawinkan dia dengan kamu), berarti telah terjadi aqad nikah, karena ucapan tersebut telah menunjukkan adanya pernyataan memberikan kuasa dan aqad nikah sekaligus, padahal aqad nikah sah dilakukan dengan menguasakan kepada salah satu pihak untuk melaksanakannya. Jika peminang mengatakan : Kawinkanlah putri bapak dengan saya, lalu walinya menjawab :saya terima. Dengan demikian berarti pihak kedua mengadakan aqad nikah seseai dengan permintaan pertama.
Para ahli fiqih mensyaratkan hendaknya ucapan yang dipergunakan di dalam ijab qobul brsifat muthlaq tidak diembel-embeli dengan sesuatu syart, misalnya pengijab mengatakan : aku kawinkan puteriku dengan kamu, lalu penerimanya menjawab saya terima. Ijab qobul ini namanya bersifat muthlaq. Ijab qobul yang memenuhi syarat-syartnya hukkumnya sah, yang selanjutnya mempunyai akibat-akbat hukum.
b)      Shigat akad yang dikaitkan dengan persyaratan
Terkadang ucapan ijab qobul itu diembel-embeli dengan suatu syarat, atau dengan menangguhkan pada sesuatu yang akan datang, atau untuk waktu tertentu, atau dikaitkan dengan suatu syarat. Dalam keadaan yang seperti ini maka aqad nikahnya dianggap tidak sah, berikut penjelasan lebih rincinya.


1)      Ijab qobul yang disyaratkan dengan suatu syarat tertentu
Ijab qobul yang disyartkan dengan suatu syarat tertentu yaitu bahwa pernikahannya dihubung-hubungkan dengan sesuatu syarat lain, umpamanya peminang mengatakan :
“Kalau saya sudah dapat pekerjaan, puteri bapak saya kawin”.
Lalu ayahnya menjawab ;
“Saya terima “.
Maka akad nikah seperti ini tidak sah, sebab pernikahanya dihubung-hubungkan dengan sesuatu yang akan terjadi yang boleh jadi tidak terwujud.
Padahal ijab qobul itu berarti telah memberikan kekuasaan untuk menikmatinya sekarang, yang oleh karena itu tidak boleh ada tenggang waktu antara syaratnya, yang di sini dengan contoh mendapat pekerjaan, yang ketikan diucapkan belum ada., sedang menghubungkan kepada sesuatu yang belum ada berarti tidakada.Jadi, berarti pernikahanya pun tidak ada.
Jika akad nikahnya dikaitkan dengan sesuatu yang dapat diwujudkan seketika itu juga, maka akad nikahnya sah, umpamanya peminang mengatakan :
“Jika puteri bapak umurnya sudah 20 tahun, saya kawini dia”, lalu ayahnya menjawab:
“Saya terima”.dan ketika itu mamang anaknya sudah berumur 20 tahun.
Begitu pula jika puterinya mengatakan :
“Kalau ayah setuju, saya mau kawin dengan kamu”
Lalu laki-lakinya menjawab saya terima dan ayahnya yang ada di majlisnya itu mengatakan : Saya terima. Sebab embel-embel yang terjadi di sini bersifat formalitas, sedangkan apa yang diucapkan dalam kenyataannya sudah terbukti ketika itu juga.
2)      Ijab qobul yang dikaitkan dengan waktu yang akan datang
Contohnya : Peminang berkata :
“Saya kawini puteri bapak besok atau bulan depan”.
Lalu ayahnya menjawab :
“Saya terima”.
Ijab qobul dengan ucapan seperti ini tidak sah, baik ketika itu maupun kelah setelah tibanya waktu yang ditentukan itu.
Sebab mengaitkan dengan waktu akan datang berarti meniadakan ojab qobul yang memberikan hak (kakuasaan) menikmati sekeriak itu dari pasangan yang mengadakan akad nikah.
3)      Akad nikah untuk sementara waktu
Jika akad nikah dinyatakan untuk sebulan atau lebih atau kurang, maka pernikahannya tidak sah, sebab kawin itu dimaksudkan untuk bergaul secara langgeng guna mendapatkan anak, memelihara keturunan dan mendidik mereka. Karena itu para ahli menyatakan bahwa kawin mut’ah dan kawin cina buta tidak sah. Karena yang pertama bermaksud bersenang-senang sementara saja, sedang yang kedua bermaksud menghalalkan bekas suami perempuan tadi dapat kembali kawin dengannya.
C.    Rukun Rukun Akad Nikah
Adapun rukun dalam akad nikah yaitu :
1.      Adanya Pengantin lelaki (Calon Suami) dan Pengantin perempuan (Calon Isteri) yang tidak terhalang dan terlarang secara syar’I untuk menikah, diantara perkara syar’i yang menghalangi keabsahan suatu pernikahan misalnya si wanita yang akan dinikahi oleh si lelaki karena adanya hubungan nasab atau penyusuan. Atau si wanita sedang dalam masa iddahnya dan selainnya. Penghalang lainnya adalah apabila si lelaki adalah orang kafir, sementara wanita yang akan dinikahinya adalah seorang muslimah.
2.      Wali
3.      Saksi
4.      Ijab dan Qabul (akad nikah)
5.      Ridhonya pihak mempelai pria dan ridhonya pihak mempelai wanita.
D.    Tujuan Akad Nikah
a)      Menggapai Ridho Allah
b)      Bukti taat kepada Allah, untuk mensyahkan sebuah pernikahan, karena zina merupakan dosa besar.
c)      Untuk mewujudkan hasrat cinta biologis psikologis yang dihalalkan dan diberkahi Allah.
d)     Membuka pintu gerbang untuk membangun keluarga yang sakiinah mawaddah wa rahmah.
e)      Menjaga iffah kehormatan diri sebagai manusia beriman.
f)       Selamat dari berbagai penyakit dan fitnah social.
g)      Memperbanyak umat rasul.
h)      Mempersiapkan keturunan sebagai regenerasi dakwah.


BAB III
PENUTUP
A.    Kesimpulan
Dari pembahasan di atas dapat di simpulkan :
1.      Akad adalah merupakan syarat sah sebuah penikahan
2.      Sayarat terpenting dalam subuah akad  adalah adanya kedua belah pihak yang tentunya memenuh kriteria serta mngucapkan ijab kabul sebagai mana yang elah ditantukan.

B.     Saran
Pernikahan ternyata tidak semudah yang dipikirkan, namun apabila dipelajari banyak sekali hikmah yang bisa di dapat. Oleh karena itu, bagi para mahasiswa belajar lebih mendalam lagi mengenai hal-hal yang berkaitan dengan pernikahan, agar kita semua bisa melaksanakan sunnah rosul ini dengan baik dan sah baik menurut syara, juga resmi menurut Negara.











DAFAR PUSTAKA
Abidan.Slamet, 1999. Fiqhi Munakahat, Bandung. Pustaka Setia.
Suliman.Rasyid, 1998. Fiqhi Islam, Bandung. PT. Sinar Baru.
http//google.com